Mutu Sekolah
Mutu
Sekolah
Kajian tentang suatu
mutu organisasi atau institusi sekarang lebih sering dipandang dari sistem
pendidikan dan aspek kinerja yang ditunjukan. Apabila dikaji dari sistem
pendidikan, mutu suatu lembaga pendidikan dapat ditelaah berdasarkan teori yang
berkaitan dengan komponen-komponen dalam sistem pendidikan secara makro.
Menurut Noeng Moehadjir ( 1999:12 ) menyatakan bahwan kajian tentang sistem
pendidikan memiliki tiga komponen pokok yaitu input, proses trnasformasi, dan
output, sedangkan aspek lingkungan adalah faktor yang berada diluar sistem
yaang juga memiliki fungsi dalam sistem. Sehingga kalau kita analogikan dalam
topik penelitian ini, maka mutu sekolah dapat dikaji dari semua komponen dalam
sistem pendidikan, baik komponen input, proses maupun output. Hal ini sesuai
dengan pendapat Slamet, dkk ( 2000:5 ) menyatakan bahwa mutu pendidikan secara
umum dapat diartikan sebagai gambaran dan karakteristik sesuatu untuk
menunjukan kemampuannya untuk mencapai tujuan yang dirancang. Dalam hal ini
mencakup komponen input, proses, dan output.
Lebih lanjut dapat
dijelaskan mutu input adalah gambaran dan karakteristik dari segala sesuatu
yang harus tersedia karena dibutuhkan untuk beralangsungnya proses. Input ini
mencakup aspek sumberdaya manusia, perangkat, serta harapan-harapan yang dapat
digunankan sebagai pemandu bagi berlangsungnya
proses. Sehingga mutu input ini dalam dunia pendidikan secara mikro
disekolah akan sangat besar pengaruhnya terhadap proses pendidikan.
Proses trasformasi
dalam dunia pendidikan dapat diartikan proses berubahnya sesuatu menjadi
sesuatu yang lain. Sesuatu yang berpengaruh terhadap berlangsungnya proses yang
disebut input, sedangkan sesuatu yang lain dari haasil proses disebut output.
Dalam pendidikan beskala mikro ( disekolah ), proses adalah aktivitas yang
mencakup proses pengambilan keputusan, pengelolaan kelembagaan, pengelolaan
program, proses pembelajaran, monitoring, evaluasi. Dengan catatn proses
pembelajaran memiliki kepentingan yang paling tinggi dibandingkan semua proses
yang lainnya. Dalam dunia pendidikan proses dikatakan bermutu apabila
pengorganisasian dan penyerasian semua input sekolah ( guru, siswa, peralatan,
kurikulum, dsb ) dilakukan secara harmonis, sehingga mampu menciptakan suasana
pembelajaran yang kondusif. Kondisi ini akan mampu memberdayakan peserta
didikan ( Cecep Rustana:2000:14 ).
Komponen output
pendidikan dapat diartikan sebagai kinerja sekolah. Kinerja sekolah diartikan
sebagai performance sekolah yang secara operasional dapat dikaji dari prestasi
sekolah yang dihasilkan dari proses pengelolaan input ( Hamid Muhammad, 2000:23
).
Mengacu penjelasan
diatas, maka pengertian mutu sekolah dapat dikaji dari konsep kinerja sekolah.
Selanjutnya dua konsep tersebut diintegrasikan dalam satu variabel kualitas
kinerja, yang dalam kaitan penelitian ini diartikan sebagai kualitas kinerja
lembaga pendidikan. Untuk membantu proses pemahan, bahsan dimulai dari konsep
kinerja. Secara umum, orang awam sering sering menyamakan istilah kinerja
dengan kerja. Namun sebetulnya secara konseptual, kedua kata tersebut
mengandung pengertian yang tidak sama, karena kinerja lebih berarti tampilan
(performance), bukan semata-mata kedua teknis organisasi.
Labih jauh, kinerja
organisasi dapat ditafsirkan dalam berbagai pengertian. Batasan kinerja yang
diberikan Interplan ( 1996 ); ( 1 ) performance
is the primary criterion for fudging organization: (2) performance is total
concept, and includes not only all the cost, but also all the side effect of an action on polity, it is not
confined to the fulfilment of state goal; and ( 3 ) performance is the way a
development system functions is defining and achieving the state goals.
Definisi lain tentang
kinerja dikemukakan oleh Rue and Byras dalam Yeremias T. Keban (1999) yang
memandang bahwa kinerja adalah tingkat pencapaian tujuan organisasi. Dengan
demikian, optimal tidaknya kinerja organisasi, dapat dilihat sejauh mana out
put yang dihasilkan oleh organisai tersebut. Semakin mendekati kondisi ideal,
tentunya kinerja organisai menjadi semakin baik pula. Pendapat ini memberikan
gambaran bahwa keberhasilan institusi termasuk lembaga pendidikan dapat diukur
dari tingkat pencapaian tujuan yang telah direncanakan sebelumnya.
Jika ditinjau dari ilmu
perilaku organisasi, Campbell dan Pritchard mengartikan kinerja sebagai suatu
rangkaian perilaku ( organisai ) yang diarahkan kepada proses pencapaian
tujuan. Dari beberapa definisi tersebur
dapat disimpulkan bahwa kinerja merupakan suatu tampilan organisasi yang menunjukan
tingkat pencapaian tujuan organisai yang bersangkutan. Sementara itu berkenaan
dengan standart kinerja yang baik, harus memenuhi beberapa kriteria menurut LAN
dan BPKP (2000:37-38) : (1) dapat dicapai
( attainable), artinya sesuai dengan usaha yang dilakukan pada kondisi
yang akan dihadapi, ( 2 ) menyeluruh ( all-inclusive ) artinya menyangkut
sinergi dan keterkaitan aktivitas; (3) dapat dimengerti ( understandble ); (4)
dapat diukur atau measurable; (5) bersifat ekonomis dengan memaksimalkan
perbandingan cost dan output, (6) seimbang (equitable ), serta . (7) fokus pada
pelanggaran, artinya sejauhmana organisai tersebut dapat memberikan pelayanan
yang memuaskan kepada semua elemen stake holders.
Mengacu pada pendapat
diatas, memberikan gambaran bahwa sekolah merupakan salah satu pihak organisasi
memiliki tujuan. Tujuan yang direncanakan harus dicapai dengan berbagai bentuk
kegiatan disekolah dengan melibatkan semua komponen yang ada disekolah. Sekolah
yang merancang tujuan yang baik, menurut kriteria yang ada dalam organisasi
adalah dengan melibatkan semua komponen dan seluruh stakholder. Sehingga
kriteria keberhasilan pencapaian tujuan sekolah tidak hanya ditentukan oleh
sekolah sendiri, tetapi diukur secara objektif bersama antara sekolah dan
stakholder. Kriteria objektif yang dapat dijadikan ukuran sekolah berkualitas
adalah prestasi yang dicapai sekolah apabila dibandingkan dengan sekolah lain
(Colin Conner dalam Supardi, 1995:5). Di Indonesia kurikulum sebagai ancangan
proses pembelajaran yang diselenggarakan sekolah mencakup kegiatan kurikuler,
kokurikuler maupun ekstra kurikuler (USPN 2003). Berdasarkan pendapat dan
peraturan yang ada, maka kualitas pendidikan yang dimiliki suatu sekolah dapat
diukur dari keberhasilan dalam mengelola dan mencapai prestasi dalam kegiatan
kurikuler, kokurikuler, maupun ekstra kurikuler. Sekolah yang menyelenggarakan
kegiatan ini secara menyeluruh dan secara intensif akan memberikan gambaran
tentang kualitas yang dimilki. Sebaliknya sekolah yang menyelenggaran
kegiatan-kegiatan secara minimal akan menggambarkan tingkat kualitas yang
rendah.
Pendapat lain yang
mendukung tentang mutu sekolah memang dapat dikaji dari aspek kemampuan sekolah
dalam memberikan pelayanan terhadap siswa dalam mengembangkan kemampuan.
Pemberian pelayanan yang baik terhadap siswa akan memberikan dampak yang besar
terhadap pencapaian prestasi yang dicapai oleh siswa. Sekolah yang memiliki
mutu yang baik akan dapatmemberikan pelayanan terhadap siswa dengan berbagai
keragaman yang ada. Keragaman ini dapat terlayani dengan baik jika kuantitas
dan kualitas sarana dan prasarana yang
disediakan sekolah mencukupi. Sarana yang dibutuhkan sekolah adalah gedung
beserta fasilitas lain didalamnya, alat-alat pembelajaran, perpustakaan dan
fasilitasnya, saran pengembangan potensi atai bakat siswa (Apple, MW. Dalam
Laberre,1997:78).
Sekolah sebagai
organisasi yang dipercaya memberikan pelayanan pada masyarakat terutama dalam
mendidik siswa, tentunya perlu melakukan pertanggungjawaban kepada masyarakat
tentang tugas yang dijalankan. Sekolah yang memiliki kualitas yang baik sebagai
organisasi lain yang dianggap memiliki kualitas, apabila mampu memberikan
pertanggungjawaban terhadap masyarakat (Brow dalam Neong Moehadjir, 1999:39).