1.1 REFLEKSI DIRI PEMIKIRAN KI HADJAR DEWANTARA
Teori pendidikan
yang paling saya ingat yaitu teori tabula rasa dimana anak lahir di dunia
bagaikan meja lilin atau kertas putih yang bersih.
Setiap anak manusia
yang lahir di dunia ini diibaratkan seperti kertas kosong, artinya tanpa isi
mental bawaan. Pengalaman dan persepsi alat indera lah yang berpengaruh
membentuk pengalaman-pengalaman sehingga berpengaruh pada kepribadian,
kecerdasan, perilaku sosial dan emosional seseorang. Karenanya seorang pendidik
memegang peranan penting untuk menyediakan pengalaman-pengalaman yang akan
membentuk perilaku yang sesuai dengan tujuan pendidikan.
Jika berdasar
pandangan ini, maka sebagai pendidik kita memiliki kuasa penuh untuk membentuk
karakter dan kemampuan anak. Sehingga tindakan otoriter sangat dimaklumi
sebagai proses 'menciptakan dan mendesain' anak agar sesuai harapan dan
tuntutan.
Pandangan filosofis
pendidikan Ki Hajar Dewantara adalah bahwa seorang anak dilahirkan bagaikan
selembar kertas putih yang sudah tertulis penuh, dijelaskan bahwa
tulisan-tulisan tadi merupakan tulisan yang suram atau kabur, belum nyata.
Menurut pandangan ini dikatakan bahwa
Pendidikan itu berkewajiban dan berkuasa menebalkan segala tulisan yang
suram berisi hal baik. Agar kelak nampak sebagai budi pekerti yang baik. Segala
tulisan jahat hendaknya dibiarkan jangan sampai menebal dan makin nampak.
Berdasar pandangan
Ki Hajar Dewantara ini, pendidik hanya dapat menuntun tumbuh atau hidupnya
kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak, agar dapat memperbaiki lakunya (bukan
dasarnya) hidup dan tumbuhnya kekuatan kodrat anak. Pendidik seperti
diibaratkan seperti tukang kebun kehidupan, yang merawat dan menjaga tanaman
yang ia tanam sesuai dengan kondisi yang dimiliki oleh setiap anak. Setiap anak
memiliki potensi yang harus dikembangkan melalui perlakuan sesuai kebutuhannya
sehingga menjadi tanaman-tanaman unggul meskipun beragam.
Setelah memahami
pandangan filosofi pendidikan Ki Hajar Dewantara ini, tentu terjadi perubahan
pandangan saya terhadap anak dalam mengembangkan potensinya yang beragam. Jika
semula kita percaya bahwa potensi dan kepribadian anak seutuhnya karena
pengaruh lingkungan di sekitar anak, melalui pandangan filosofi Ki Hajar
Dewantara kita akan memahami bahwa setiap anak pada dasarnya telah memiliki kepribadian dan potensi sejak
lahir, kita sebagai pendidik hanya mampu mengarahkan potensinya semerdeka
mungkin agar mampu berkembang dan berguna untuk dirinya juga masyarakat. Kita
sebagai pendidik juga hendaknya mampu memahami bahwa setiap anak memiliki
tabiat asli, tabiat asli itu mampu menguasai diri jika tidak dibimbing, dididik
dan dibiasakan sejak dini. Untuk membiasakan karakter baik maka sangat perlu
adanya pendidikan karakter atau budi pekerti untuk anak.
Orang yang memiliki
kecerdasan budipekerti itu senantiasa memikir-mikirkan dan merasa-rasakan
setiap tindakannya. Inilah yang kita sebut sebagai manusia yang beradab dan itulah maksud dan
tujuan pendidikan kita. Jadi disimpulkan bahwa pendidikan itu memiliki peran
yang kuat untuk mengalahkan dasar-dasar dari jiwa manusia dengan tabiat yang
jahat, meskipun tabiat jahat itu tak
dapat lenyap sama sekali, karena sudah bersatu dengan jiwa.
1. Memberikan ruang
kepada peserta didik untuk mengenali jati dirinya sebagai makhluk Tuhan yang
memiliki potensi beragam. Potensi tersebut dapat diarahkan melalui kegiatan
intrakurikuler (Pendidikan Agama, PPKN dll). intrakurikuler (berkunjung ke
tempat edukasi, pembiasaan-pembiasaan baik, dll) dan ekstrakurikuler (Pramuka, Seni, Kegiatan
keagamaan dll)
2. Berkaitan dengan
Budi pekerti (olah cipta, rasa, karsa dan karya) hendaknya kita mampu mendesain
pembelajaran secara holistik sebagai sebuah pendidikan yang menajamkan pikiran
(Cipta), menghaluskan perasaan (rasa) dan memperkuat kemauan (Karsa) menjadi
sebuah Karya yang bermanfaat dalam masyarakat. Karenanya, sudah barang tentu
dimulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan hingga penilaian pun dilakukan
secara integratif dan menyeluruh. Hal ini juga sesuai dengan kurikulum 2013
melalui pelaksanaan 4 Kompetensi inti yang meliputi kompetensi spiritual,
sosial, pengetahuan dan keterampilan.
3. Menerapkan
kegiatan pembelajaran berkelompok (cooperative learning). Melalui kegiatan
belajar berkelompok, siswa belajar untuk saling menghargai, toleran, gotong
royong, peduli terhadap lingkungan sekitar, dimana ini merupakan hal baik yang
harus dimunculkan pembelajaran di sekolah. Guru tentunya menuntun atau
memfasilitasi agar iklim pembelajaran di sekolah lebih berorientasi pada
kolaborasi, bukan kompetisi sehingga menunjang proses dan keberhasilan sesama.
4. Menjunjung nilai agama dan moralitas. Pendidikan di sekolah
haruslah memupuk nilai keimanan, nilai moral dan kejujuran. Agama dan moralitas
tidak bisa dipisahkan karena kesempurnaan manusia terwujud jika ia telah
memenuhi kewajiban moralnya sesuai martabat kemanusiaan juga telah menuanaikan
kewajibannya sebagai makhluk dari Sang Pencipta.
Tidak ada komentar untuk "1.1 REFLEKSI DIRI PEMIKIRAN KI HADJAR DEWANTARA"