2.1 A. Memenuhi Kebutuhan Belajar Murid Melalui Pembelajaran Berdiferensiasi
Pengantar
Kutipan hari ini:
“Serupa seperti para pengukir yang
memiliki pengetahuan mendalam tentang keadaan kayu, jenis-jenisnya, keindahan
ukiran, dan cara-cara mengukirnya. Seperti itulah seorang guru seharusnya
memiliki pengetahuan mendalam tentang seni mendidik, Bedanya, Guru mengukir
manusia yang memiliki hidup lahir dan batin.” (Ki Hajar Dewantara)
Pengertian
Pembelajaran Berdiferensiasi
Bayangkanlah kelas yang Anda ajar saat ini.
Ingatlah satu
persatu murid di kelas Anda. Bagaimanakah karakteristik setiap anak di kelas
Anda? Tahukah Anda apa kekuatan mereka? Bagaimana gaya belajar mereka? Apa
minat mereka? Siapakah yang memiliki keterampilan menghitung paling baik di
kelas Anda? Siapakah yang sebaliknya? Siapakah yang paling menyukai kegiatan
kelompok? Siapakah yang justru selalu menghindar saat bekerja kelompok?
Siapakah yang level membacanya paling tinggi? Siapakah murid yang masih perlu
dibantu untuk meningkatkan keterampilan memahami bacaan mereka? Siapakah yang
paling senang menulis? Siapakah yang lebih senang berbicara?
Setiap harinya, tanpa
disadari, guru dihadapkan oleh keberagaman yang banyak sekali bentuknya. Mereka
secara terus menerus menghadapi tantangan yang beragam dan kerap kali harus
melakukan dan memutuskan banyak hal dalam satu waktu. Keterampilan ini banyak
yang tidak disadari oleh para guru, karena begitu naturalnya hal ini terjadi di
kelas dan betapa terbiasanya guru menghadapi tantangan ini. Berbagai usaha
mereka lakukan yang tentu saja tujuannya adalah untuk memastikan setiap murid
di kelas mereka sukses dalam proses pembelajarannya.
Sebuah
Ilustrasi
Ibu Renjana adalah guru kelas 3 SD dengan jumlah
murid sebanyak 32 murid. Di antara 32 murid di kelasnya tersebut, Bu Renjana
memperhatikan bahwa 3 murid selalu selesai lebih dahulu saat diberikan tugas
menyelesaikan soal-soal perkalian. Karena dia tidak ingin ketiga anak ini tidak
ada pekerjaan dan malah mengganggu murid lainnya, akhirnya ia berinisiatif
untuk menyiapkan lembar kerja tambahan untuk 3 anak tersebut. Jadi jika
anak-anak lain mengerjakan 15 soal perkalian, maka untuk 3 anak tersebut, Bu
Renjana menyiapkan 25 soal perkalian.
Berdasarkan
ilustrasi kelas tersebut, jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut ini:
Miskonsepsi
tentang Pembelajaran Berdiferensiasi
Terima kasih telah memberikan jawaban atas studi kasus yang
disajikan!
Menurut Tomlinson (2001: 45), Pembelajaran Berdiferensiasi adalah
usaha untuk menyesuaikan proses pembelajaran di kelas untuk memenuhi kebutuhan
belajar individu setiap murid.
Namun demikian, pembelajaran
berdiferensiasi bukanlah berarti bahwa guru harus mengajar dengan 32 cara yang
berbeda untuk mengajar 32 orang murid. Bukan pula berarti bahwa guru harus
memperbanyak jumlah soal untuk murid yang lebih cepat bekerja dibandingkan yang
lain. Pembelajaran berdiferensiasi juga bukan berarti guru harus mengelompokkan
yang pintar dengan yang pintar dan yang kurang dengan yang kurang. Bukan pula
memberikan tugas yang berbeda untuk setiap anak. Pembelajaran berdiferensiasi
bukanlah sebuah proses pembelajaran yang semrawut (chaotic), yang
gurunya kemudian harus membuat beberapa perencanaan pembelajaran sekaligus, di
mana guru harus berlari ke sana kemari untuk membantu si A, si B atau si C
dalam waktu yang bersamaan. Bukan. Guru tentunya bukanlah malaikat bersayap
atau Superman yang bisa ke sana kemari untuk berada di tempat yang berbeda-beda
dalam satu waktu dan memecahkan semua permasalahan.
Lalu
seperti apa sebenarnya pembelajaran berdiferensiasi?
Pengertian Pembelajaran Berdiferensiasi
Pembelajaran berdiferensiasi adalah serangkaian
keputusan masuk akal (common sense) yang dibuat oleh guru yang
berorientasi kepada kebutuhan murid. Keputusan-keputusan yang dibuat tersebut
adalah yang terkait dengan:
- Kurikulum
yang memiliki tujuan
pembelajaran yang didefinisikan secara jelas. Jadi bukan hanya
guru yang perlu jelas dengan tujuan pembelajaran, namun juga muridnya.
- Bagaimana guru menanggapi atau merespon kebutuhan
belajar muridnya. Bagaimana ia akan menyesuaikan rencana
pembelajaran untuk memenuhi kebutuhan belajar murid tersebut. Misalnya,
apakah ia perlu menggunakan sumber yang berbeda, cara yang berbeda, dan
penugasan serta penilaian yang berbeda.
- Bagaimana
mereka menciptakan lingkungan
belajar yang “mengundang’ murid untuk belajar dan bekerja
keras untuk mencapai tujuan belajar yang tinggi. Kemudian juga memastikan
setiap murid di kelasnya tahu bahwa akan selalu ada dukungan untuk mereka
di sepanjang prosesnya.
- Manajemen kelas yang efektif. Bagaimana guru menciptakan prosedur, rutinitas, metode yang
memungkinkan adanya fleksibilitas. Namun juga struktur yang jelas,
sehingga walaupun mungkin melakukan kegiatan yang berbeda, kelas tetap
dapat berjalan secara efektif.
- Penilaian berkelanjutan. Bagaimana guru tersebut menggunakan informasi yang didapatkan dari
proses penilaian formatif yang telah dilakukan, untuk dapat menentukan
murid mana yang masih ketinggalan, atau sebaliknya, murid mana yang sudah
lebih dulu mencapai tujuan belajar yang ditetapkan.
Jika kita mengacu ke kasus Ibu
Renjana di atas, maka keputusannya untuk memberikan soal tambahan, dengan jenis
soal yang tetap sama serta tingkat kesulitan yang juga sama, kepada tiga murid
yang selesai terlebih dahulu, belum dapat dikatakan sebagai diferensiasi.
Apalagi, tujuan diberikannya soal tadi adalah agar tiga murid tersebut ada
‘pekerjaan’ sehingga tidak mengganggu murid yang lain. Pembelajaran berdiferensiasi haruslah berakar
pada pemenuhan kebutuhan belajar murid dan bagaimana guru merespon kebutuhan
belajar tersebut. Dengan demikian, Ibu Renjana perlu melakukan
identifikasi kebutuhan belajar dengan lebih komprehensif, agar dapat merespon
dengan lebih tepat terhadap kebutuhan belajar murid-muridnya, termasuk ketiga
murid tersebut.
Selanjutnya, kita akan mempelajari
bagaimana kita dapat melakukan pemetaan kebutuhan belajar murid.
Mengidentifikasi
atau Memetakan Kebutuhan Belajar Murid
Tomlinson (2001) dalam bukunya yang
berjudul How to Differentiate
Instruction in Mixed Ability Classroom menyampaikan bahwa kita
dapat mengkategorikan kebutuhan belajar murid, paling tidak berdasarkan 3
aspek.
Ketiga aspek tersebut adalah:
- Kesiapan
belajar (readiness) murid
- Minat murid
- Profil
belajar murid
Sebagai guru, kita semua tentu tahu
bahwa murid akan menunjukkan kinerja yang lebih baik jika tugas-tugas yang
diberikan sesuai dengan keterampilan dan pemahaman yang mereka miliki
sebelumnya (kesiapan belajar). Lalu jika tugas-tugas tersebut memicu
keingintahuan atau hasrat dalam diri seorang murid (minat), dan jika tugas itu
memberikan kesempatan bagi mereka untuk bekerja dengan cara yang mereka sukai
(profil belajar).
Mari kita bahas satu persatu ketiga
aspek tersebut.
1.
KESIAPAN BELAJAR (READINESS)
Apa yang
Anda pikirkan ketika mendengar kata “Kesiapan Belajar”?
Bayangkanlah situasi berikut ini:
Dalam pelajaran bahasa Indonesia, Bu
Renjana ingin mengajarkan muridnya membuat karangan berbentuk narasi. Ia
kemudian melakukan penilaian diagnostik. Ia menemukan bahwa ada tiga kelompok
murid di kelasnya.
- Kelompok A adalah murid yang telah memiliki keterampilan menulis
dengan struktur yang baik dan memiliki kosakata yang cukup kaya. Mereka
juga cukup mandiri dan percaya diri dalam bekerja.
- Kelompok B adalah murid yang memiliki keterampilan menulis
dengan struktur yang baik, namun kosakatanya masih terbatas.
- Kelompok C adalah murid yang belum memiliki keterampilan menulis
dengan struktur yang baik dan kosakatanya pun terbatas.
Apa yang dilakukan oleh Bu Renjana di
atas adalah memetakan kebutuhan
belajar berdasarkan kesiapan belajar.
Kesiapan
Belajar
Kesiapan
belajar (readiness) adalah kapasitas untuk
mempelajari materi baru. Sebuah tugas yang mempertimbangkan tingkat kesiapan
murid akan membawa murid keluar dari zona nyaman mereka, namun dengan
lingkungan belajar yang tepat dan dukungan yang memadai, mereka tetap dapat menguasai
materi baru tersebut.
Ada banyak cara untuk
membedakan kesiapan belajar. Tomlinson (2001: 46) mengatakan bahwa merancang
pembelajaran berdiferensiasi mirip dengan menggunakan tombol equalizer pada stereo atau pemutar CD.
Untuk mendapatkan kombinasi suara terbaik biasanya Anda akan menggeser-geser
tombol equalizer tersebut
terlebih dahulu. Saat Anda mengajar, menyesuaikan “tombol” dengan tepat untuk
berbagai kebutuhan murid akan menyamakan peluang mereka untuk mendapatkan
materi, jenis kegiatan dan menghasilkan produk belajar yang tepat di kelas
Anda. Tombol-tombol dalam equalizer tersebut
mewakili beberapa perspektif yang dapat kita gunakan untuk menentukan tingkat
kesiapan murid. Dalam modul ini, kita hanya akan membahas 6 perspektif dari
beberapa contoh perspektif yang terdapat dalam Equalizer yang diperkenalkan oleh
Tomlinson (2001: 47).
Kesiapan Belajar
Tombol-tombol dalam equalizer mewakili beberapa perspektif kontinum yang dapat digunakan untuk menentukan tingkat kesiapan murid. Dalam modul ini, kita akan mencoba membahas 6 dari beberapa contoh perspektif kontinum tersebut, dengan mengadaptasi alat yang disebut Equalizer yang diperkenalkan oleh Tomlinson (Tomlinson, 2001).
- Bersifat mendasar - Bersifat transformative.
Saat murid dihadapkan pada sebuah ide
yang baru, yang mungkin belum dikuasainya, mereka akan membutuhkan
informasi pendukung yang jelas, sederhana, dan tidak bertele-tele
untuk dapat memahami ide tersebut. Mereka juga akan perlu waktu untuk
berlatih menerapkan ide-ide tersebut. Selain itu, mereka juga
membutuhkan bahan-bahan materi dan tugas-tugas yang bersifat mendasar serta disajikan
dengan cara yang membantu mereka membangun landasan pemahaman yang kuat.
Sebaliknya, saat murid dihadapkan pada ide-ide yang telah mereka kuasai dan
pahami, tentunya mereka membutuhkan informasi yang lebih rinci dari ide
tersebut. Mereka perlu melihat bagaimana ide tersebut berhubungan dengan
ide-ide lain untuk menciptakan pemikiran baru. Kondisi seperti itu membutuhkan
bahan dan tugas yang lebih bersifat transformatif.
- Konkret – Abstrak
Di lain kesempatan, guru mungkin
dapat mengukur kesiapan belajar murid dengan melihat apakah mereka masih di
tingkatan perlu belajar secara konkret atau sudah siap bergerak mempelajari
sesuatu yang lebih abstrak.
- Sederhana - Kompleks
Beberapa murid mungkin perlu bekerja
dengan materi lebih sederhana dengan satu abstraksi pada satu waktu, yang lain
mungkin bisa menangani kerumitan berbagai abstraksi pada satu waktu.
- Terstruktur - Open Ended
Kadang-kadang murid perlu
menyelesaikan tugas yang ditata dengan cukup baik untuk mereka, di mana mereka
tidak memiliki terlalu banyak keputusan untuk dibuat. Namun, di waktu lain
murid mungkin siap menjelajah dan menggunakan kreativitas mereka.
- Tergantung (dependent) - Mandiri (Independent)
Walaupun pada akhirnya kita
mengharapkan bahwa semua murid kita dapat belajar, berpikir, dan menghasilkan
pekerjaan secara mandiri, namun sama seperti tinggi badan, mungkin seorang anak
akan lebih cepat bertambah tinggi daripada yang lain. Dengan kata lain,
beberapa murid mungkin akan siap untuk kemandirian yang lebih awal daripada
yang lain.
- Lambat – Cepat
Beberapa murid dengan kemampuan yang
baik dalam suatu mata pelajaran mungkin perlu bergerak cepat melalui materi
yang telah ia kuasai atau sedikit menantang. Tetapi di lain waktu, murid
yang sama mungkin akan membutuhkan lebih banyak waktu daripada yang lain untuk
mempelajari topik yang lain.
Perlu diingat bahwa kesiapan belajar
murid bukanlah tentang tingkat intelektualitas (IQ). Hal ini lebih kepada
informasi tentang apakah pengetahuan atau keterampilan yang dimiliki murid saat
ini, sesuai dengan keterampilan atau pengetahuan baru yang akan
diajarkan. Adapun tujuan melakukan identifikasi atau pemetaan
kebutuhan belajar murid berdasarkan tingkat kesiapan belajar adalah untuk
memodifikasi tingkat kesulitan pada bahan pembelajaran, sehingga dipastikan
murid terpenuhi kebutuhan belajarnya (Joseph, Thomas, Simonette & Ramsook,
2013: 29).
Contoh
Mengidentifikasi atau Memetakan Kebutuhan Belajar Berdasarkan Kesiapan Belajar
Berikut ini adalah contoh Mengidentifikasi atau Memetakan
Kebutuhan Belajar Berdasarkan Kesiapan Belajar (Readiness):
2. MINAT MURID
Minat merupakan suatu keadaan mental
yang menghasilkan respons terarah kepada suatu situasi atau objek tertentu yang
menyenangkan dan memberikan kepuasan diri.
Tomlinson (2001: 53), mengatakan bahwa tujuan melakukan
pembelajaran yang berbasis minat, diantaranya adalah sebagai
berikut:
- membantu
murid menyadari bahwa ada kecocokan antara sekolah dan kecintaan mereka
sendiri untuk belajar;
- mendemonstrasikan
keterhubungan antar semua pembelajaran;
- menggunakan
keterampilan atau ide yang dikenal murid sebagai jembatan untuk
mempelajari ide atau keterampilan yang kurang dikenal atau baru bagi
mereka, dan;
- meningkatkan
motivasi murid untuk belajar.
Minat sebenarnya dapat kita lihat
dalam 2 perspektif. Yang pertama sebagai minat situasional. Dalam perspektif ini, minat merupakan keadaan
psikologis yang dicirikan oleh peningkatan perhatian, upaya, dan pengaruh, yang
dialami pada saat tertentu. Seorang anak bisa saja tertarik saat seorang
gurunya berbicara tentang topik hewan, meskipun sebenarnya ia tidak menyukai
topik tentang hewan tersebut, karena gurunya berbicara dengan cara yang sangat
menghibur, menarik dan menggunakan berbagai alat bantu
visual. Yang kedua, minat
juga dapat dilihat sebagai sebuah kecenderungan individu untuk terlibat dalam
jangka waktu lama dengan objek atau topik tertentu. Minat ini disebut
juga dengan minat individu. Seorang anak yang memang memiliki minat terhadap
hewan, maka ia akan tetap tertarik untuk belajar tentang hewan meskipun mungkin
saat itu guru yang mengajar sama sekali tidak membawakannya dengan cara yang
menarik atau menghibur.
Karena minat adalah salah satu
motivator penting bagi murid untuk dapat ‘terlibat aktif’ dalam proses
pembelajaran, maka memahami kedua perspektif tentang minat di atas akan
membantu guru untuk dapat mempertimbangkan bagaimana ia dapat mempertahankan
atau menarik minat murid-muridnya dalam belajar.
Pentingnya Mempertimbangkan Minat
Murid
Beberapa cara yang dapat dilakukan oleh guru untuk menarik
minat murid diantaranya adalah dengan:
- menciptakan
situasi pembelajaran yang menarik perhatian murid (misalnya dengan humor,
menciptakan kejutan-kejutan, dsb),
- menciptakan
konteks pembelajaran yang dikaitkan dengan minat individu murid,
- mengkomunikasikan
nilai manfaat dari apa yang dipelajari murid,
- menciptakan
kesempatan-kesempatan belajar di mana murid dapat memecahkan persoalan (problem-based
learning).
Seperti juga kita orang dewasa, murid
juga memiliki minat sendiri. Minat setiap murid tentunya akan
berbeda-beda. Sepanjang tahun, murid yang berbeda akan menunjukkan
minat pada topik yang berbeda. Gagasan untuk membedakan melalui minat adalah
untuk "menghubungkan" murid pada pelajaran untuk menjaga minat
mereka. Dengan menjaga minat murid tetap tinggi, diharapkan dapat meningkatkan
kinerja murid. Hal lain yang perlu disadari oleh guru terkait dengan
pembelajaran berbasis minat adalah bahwa minat murid dapat dikembangkan.
Pembelajaran berbasis minat seharusnya tidak hanya dapat menarik dan memperluas
minat murid yang sudah ada, tetapi juga dapat membantu mereka menemukan minat
baru.
Untuk membantu guru mempertimbangkan pilihan yang mungkin dapat diberikan pada murid, guru dapat mempertimbangkan area minat dan moda ekspresi yang mungkin digunakan oleh murid-murid mereka. (Tomlinson, 2001)
Perlu diingat bahwa daftar pada tabel
hanya sebagai contoh. Daftar tersebut tentunya masih dapat ditambah atau
diperluas.
Contoh
Mengidentifikasi atau Memetakan kebutuhan belajar berdasarkan minat
Berikut ini adalah contoh mengidentifikasi atau memetakan kebutuhan belajar berdasarkan
minat:
Ibu Putik ingin mengajarkan murid-muridnya keterampilan membuat teks prosedur. Setelah selesai mendiskusikan tentang apa dan bagaimana membuat teks prosedur, Bu Putik lalu meminta murid berlatih membuat sendiri teks prosedur tersebut. Setiap murid diperbolehkan untuk menulis dengan topik sesuai dengan minat mereka. Anak yang memiliki minat terhadap memasak, boleh membuat teks prosedur tentang bagaimana cara memasak makanan tertentu. Murid yang memiliki minat terhadap kerajinan tangan boleh membuat teks prosedur tentang membuat sebuah produk kerajinan tangan tertentu, dan sebagainya. Keterampilan yang dilatih tetap sama, yaitu membuat teks prosedur, walaupun topiknya mungkin berbeda.
3.
PROFIL BELAJAR MURID
Profil Belajar mengacu pada cara-cara bagaimana kita
sebagai individu paling baik belajar. Tujuan dari mengidentifikasi atau
memetakan kebutuhan belajar murid berdasarkan profil belajar adalah untuk
memberikan kesempatan kepada murid untuk belajar secara natural dan efisien.
Namun demikian, sebagai guru, kadang-kadang kita secara tidak sengaja cenderung
memilih gaya belajar yang sesuai dengan gaya belajar kita
sendiri. Padahal kita tahu setiap anak memiliki profil belajar
sendiri. Memiliki kesadaran tentang ini sangat penting agar guru dapat
memvariasikan metode dan pendekatan mengajar mereka.
Profil belajar murid terkait dengan banyak faktor. Berikut
ini adalah beberapa diantaranya:
- Preferensi
terhadap lingkungan belajar, misalnya terkait dengan suhu ruangan, tingkat
kebisingan, jumlah cahaya, apakah lingkungan belajarnya terstruktur/tidak
terstruktur, dsb.
Contohnya: mungkin ada anak yang tidak dapat belajar di
ruangan yang terlalu dingin, terlalu bising, terlalu terang, dsb.
- Pengaruh
Budaya: santai - terstruktur, pendiam - ekspresif, personal - impersonal.
- Preferensi
gaya belajar. Gaya belajar adalah bagaimana murid memilih, memperoleh,
memproses, dan mengingat informasi baru. Secara umum gaya
belajar ada tiga, yaitu:
- visual:
belajar dengan melihat (misalnya melalui materi yang berupa gambar,
menampilkan diagram, power point, catatan, peta, graphic
organizer );
- auditori:
belajar dengan mendengar (misalnya mendengarkan penjelasan guru, membaca
dengan keras, mendengarkan pendapat saat berdiskusi,
mendengarkan musik);
- kinestetik:
belajar sambil melakukan (misalnya bergerak dan meregangkan tubuh,
kegiatan hands on, dsb).
- Mengingat
bahwa murid-murid kita memiliki gaya belajar yang berbeda-beda, maka
penting bagi guru untuk berusaha untuk menggunakan kombinasi gaya
mengajar.
- Preferensi
berdasarkan kecerdasan majemuk (multiple intelligences): visual-spasial,
musical, bodily-kinestetik, interpersonal, intrapersonal,
verbal-linguistik, naturalis, logic-matematika.
Contoh
Mengidentifikasi atau Memetakan Kebutuhan Belajar Berdasarkan Profil Belajar
murid
Berikut ini adalah contoh Mengidentifikasi atau Memetakan Kebutuhan Belajar Berdasarkan
Profil Belajar murid:
Pak Neon akan mengajar pelajaran IPA, dengan tujuan
pembelajaran yaitu agar murid dapat mendemonstrasikan pemahaman mereka tentang
habitat makhluk hidup. Berdasarkan identifikasi yang ia lakukan, Pak Neon telah
mengetahui bahwa sebagian muridnya adalah pembelajar visual, sebagian lagi
adalah pembelajar auditori, dan pembelajar kinestetik. Untuk memenuhi kebutuhan
belajar murid-muridnya tersebut, Pak Neon lalu memutuskan untuk
melakukan beberapa hal berikut ini:
- Saat mengajar, Pak Neon:
- menggunakan
banyak gambar atau alat bantu visual saat menjelaskan.
- menyediakan
video yang dilengkapi penjelasan lisan yang dapat diakses oleh
murid.
- membuat
beberapa sudut belajar atau display yang ditempel di tempat-tempat
berbeda untuk memberikan kesempatan murid bergerak saat
mengakses informasi.
- Saat
memberikan tugas, Pak Neon memperbolehkan murid-muridnya memilih cara mendemonstrasikan
pemahaman mereka tentang habitat makhluk hidup. Murid boleh menunjukkan
pemahaman dalam bentuk gambar, rekaman wawancara maupun performance atau role-play.
Contoh
cara-cara yang dapat dilakukan guru untuk mengidentifikasi kebutuhan belajar
murid
Guru dapat mengidentifikasi kebutuhan murid dengan
berbagai cara. Berikut ini adalah beberapa
contoh cara-cara yang dapat dilakukan guru untuk mengidentifikasi kebutuhan
belajar murid:
- mengamati perilaku murid-murid mereka;
- mengidentifikasi pengetahuan awal yang dimiliki oleh murid terkait
dengan topik yang akan dipelajari;
- melakukan penilaian untuk menentukan pengetahuan, keterampilan, dan
sikap mereka saat ini, dan kemudian mencatat kebutuhan yang diungkapkan
oleh informasi yang diperoleh dari proses penilaian tersebut;
- mendiskusikan kebutuhan murid dengan orang tua atau wali
murid;
- mengamati murid ketika mereka sedang menyelesaikan suatu tugas atau
aktivitas;
- bertanya atau mendiskusikan permasalahan dengan murid;
- membaca rapor murid dari kelas mereka sebelumnya untuk melihat
komentar dari guru-guru sebelumnya atau melihat pencapaian murid
sebelumnya;
- berbicara dengan guru murid sebelumnya;
- membandingkan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai dengan tingkat
pengetahuan atau keterampilan yang ditunjukkan oleh murid saat ini;
- menggunakan berbagai penilaian penilaian diagnostik untuk memastikan
bahwa murid telah berada dalam level yang sesuai;
- melakukan survey untuk mengetahui kebutuhan belajar murid;
- mereview dan melakukan refleksi terhadap praktik pengajaran mereka
sendiri untuk mengetahui efektivitas pembelajaran mereka; dll.
Daftar di atas hanya beberapa contoh
saja. Masih banyak cara lain yang dapat guru lakukan untuk mendapatkan
informasi atau mengidentifikasi kebutuhan belajar murid-murid mereka. Dapatkah
Bapak/Ibu mengidentifikasi cara lainnya?
Perlu
diperhatikan bahwa mengidentifikasi atau memetakan kebutuhan belajar murid,
tidak selalu harus melibatkan sebuah kegiatan yang rumit. Guru yang
memperhatikan dengan saksama hasil penilaian formatif, perilaku murid atau
terbiasa mendengarkan dengan baik murid-muridnya biasanya akan dengan mudah
mengetahui kebutuhan belajar murid-muridnya.
Refleksi
Selamat! Anda telah menyelesaikan materi pembelajaran
untuk tahapan ini. Demi membantu Anda mengonsolidasikan pemahaman Anda dan
mempersiapkan diri untuk sesi pembelajaran berikutnya, kami mohon Bapak/Ibu
dapat melakukan refleksi singkat dengan
menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut ini:
- Jelaskanlah apa yang dimaksud dengan pembelajaran berdiferensiasi!
- Mengapa kita perlu mengidentifikasi kebutuhan belajar murid?
- Sebagai guru, apa yang dapat kita lakukan untuk mengidentifikasi
kebutuhan belajar murid-murid kita? Apa saja yang perlu dipertimbangkan?
Tidak ada komentar untuk "2.1 A. Memenuhi Kebutuhan Belajar Murid Melalui Pembelajaran Berdiferensiasi"