Peran Penilaian dalam Pembelajaran Berdiferensiasi
Anda tentu tahu dan mungkin pernah berhubungan dengan seorang dokter. Dalam bekerja, ketika seorang dokter membantu pasiennya, maka yang akan ia lakukan adalah menegakkan diagnosis. Diagnosis yang ia buat tentunya didasarkan pada pengetahuan dan ilmu sains kedokteran yang telah ia pelajari. Namun, dokter tidak hanya dapat bekerja berdasarkan diagnosis. Ia juga perlu membangun rasa percaya pasien agar si pasien mau mengikuti apa yang ia sarankan untuk mereka. Tanpa rasa percaya dari si pasien, apa yang disarankan oleh dokter mungkin tidak akan dilakukan oleh si pasien. Nah, agar dapat tercipta rasa saling percaya, maka dokter yang baik akan membangun hubungan komunikasi yang baik, jujur, dan terbuka kepada pasiennya. Dokter hanya akan meresepkan obat setelah ia menegakkan diagnosis.
Sama seperti seorang dokter, seorang guru juga akan berada dalam situasi yang mungkin serupa. Saat ia mengajar, ia akan mendasarkan praktiknya pada pengetahuan dan keterampilan yang ia miliki yang berhubungan dengan mata pelajaran yang ia ampu dan ilmu pedagogi. Namun demikian, ia juga harus membangun komunikasi dan kepercayaan murid-muridnya, agar murid-muridnya tersebut mau mengikuti instruksi dan saransaran yang ia berikan. Tanpa membangun rasa percaya dan komunikasi yang baik, tidak akan terjadi hubungan positif antara murid dan guru, sehingga akan sulit bagi guru untuk memotivasi murid untuk mencapai tujuannya. Nah, jika seorang dokter membuat diagnosis, maka yang dilakukan oleh guru dan menjadi dasar bagi praktik mereka saat mengajar sebenarnya adalah melakukan penilaian. Lewat proses penilaian, guru akan dapat mengetahui kebutuhan belajar murid-muridnya. Guru juga perlu berkomunikasi dan membangun hubungan saling percaya dengan murid-muridnya untuk mengetahui perasaan, latar belakang, keinginan, minat dari murid-muridnya. Kesemua informasi tersebut kemudian akan digunakan oleh guru untuk merancang pembelajaran yang sesuai untuk murid-murid mereka, dengan harapan murid-murid akan merespon dengan baik pembelajaran yang telah dirancangnya. Proses mengidentifikasi atau memetakan kebutuhan murid inilah yang terkadang terlewat dilakukan oleh guru. Padahal, sama seperti seorang dokter, ia tidak bisa meresepkan obat tanpa diagnosis. Demikian pula seharusnya seorang guru. Tanpa mengetahui kebutuhan belajar murid, akan sulit baginya untuk bisa memberikan pengalaman belajar yang tepat untuk murid-muridnya.
Dalam praktik pembelajaran berdiferensiasi, proses penilaian memegang peranan yang sangat penting. Guru diharapkan memiliki pemahaman yang terus berkembang secara terus menerus tentang kemajuan akademik murid-muridnya agar ia bisa merencanakan pembelajaran sesuai dengan kemajuan tersebut. Guru diharapkan dapat mengetahui dimana posisi murid-muridnya saat mereka akan belajar dan mengaitkannya dengan tujuan pembelajaran yang diharapkan. Ini tentunya akan berbeda-beda untuk setiap murid, untuk setiap mata pelajaran, untuk setiap materi, dan bahkan untuk setiap waktu, karena kondisi psikologis dan kemampuan seorang anak mungkin saja berbeda dari waktu ke waktu. Penilaian, dalam hal ini akan berfungsi seperti sebuah kompas yang mengarahkan dalam praktik pembelajaran berdiferensiasi.
Tomlinson & Moon (2013) mengatakan bahwa penilaian adalah proses mengumpulkan, mensintesis, dan menafsirkan informasi di kelas untuk tujuan membantu pengambilan keputusan guru. Ini mencakup berbagai informasi yang membantu guru untuk memahami murid mereka, memantau proses belajar mengajar, dan membangun komunitas kelas yang efektif.
Di dalam kelas, kita dapat memandang penilaian dalam 3 perspektif:
1.
Assessment for
learning - Penilaian yang dilakukan
selama berlangsungnya proses pembelajaran dan biasanya digunakan sebagai dasar
untuk melakukan perbaikan proses belajar mengajar. Berfungsi sebagai penilaian
formatif. Sering disebut sebagai penilaian yang berkelanjutan (on-going assessment)
2.
Assessment of
learning - Penilaian yang dilaksanakan setelah proses pembelajaran selesai.
Berfungsi sebagai penilaian sumatif
3.
Assessment as
learning - Penilaian sebagai proses
belajar dan melibatkan muridmurid secara
aktif dalam kegiatan penilaian tersebut. Penilaian ini juga dapat berfungsi
sebagai penilaian formatif.
Dalam praktik
pembelajaran berdiferensiasi, penilaian formatif memegang peranan yang sangat
penting. Mengapa? Berbeda dengan
penilaian sumatif yang biasanya dilakukan setelah sebuah unit atau proses
pembelajaran selesai -- sehingga biasanya hasilnya digunakan untuk membuat
keputusan tentang sang anak, misalnya untuk memutuskan nilai rapor anak, kenaikan
kelas, dsb -- maka penilaian formatif dilakukan saat proses pembelajaran masih
berlangsung. Penilaian formatif ini bersifat memonitor proses pembelajaran, dan
dilakukan secara berkelanjutan serta konsisten, sehingga akan membantu guru
untuk memantau pengetahuan, pemahaman, dan keterampilan murid yang berkembang
terkait dengan topik atau materi yang sedang dipelajari. Hasil dari penilaian
ini akan menjadi sumber yang sangat berharga untuk mengidentifikasi atau
memetakan kebutuhan belajar murid, sehingga lewat proses ini, guru akan dapat
mengetahui bagaimana ia dapat
melanjutkan proses pengajaran yang ia lakukan dan memaksimalkan peluang bagi
tercapainya pertumbuhan dan kesuksesan murid dalam materi atau topik tersebut.
Lalu seperti apa dan bagaimana melakukan penilaian formatif ini? Karena sifatnya memonitor pembelajaran, maka penilaian formatif ini dapat terjadi setiap hari melalui berbagai strategi. Penilaian formatif tidak hanya dapat dilakukan secara tertulis. Penilaian ini dapat dilakukan melalui kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan setiap hari, misalnya lewat mengamati, menanya, merefleksi, berdiskusi (baik dengan teman sebaya maupun guru), dan sebagainya.
Berikut ini adalah beberapa contoh strategi penilaian formatif yang mungkin dapat dilakukan guru dengan mudah:
1.
Tiket
Keluar. Guru memberikan pertanyaan yang diajukan kepada semua murid sebelum
kelas berakhir. Murid menulis jawaban mereka pada kartu atau selembar kertas
dan menyerahkannya saat mereka keluar kelas. Teknik penilaian formatif ini
melibatkan semua murid dan memberikan bukti yang sangat penting tentang
pembelajaran saat itu bagi guru.
2.
Tiket
Masuk. Guru juga bisa memberikan sebuah pertanyaan kepada semua murid
sebelum pelajaran dimulai. Jawaban murid dapat
menilai pemahaman awal murid terkait dengan materi yang akan
didiskusikan atau sebagai ringkasan pemahaman murid terhadap materi hari
sebelumnya.
3.
Berbagi
30 Detik. Dengan strategi ini, murid secara bergiliran melaporkan sesuatu
yang telah ia pelajari dalam pelajaran selama 30 detik. Target yang Anda cari
dalam kegiatan ini adalah bagaimana pemahaman murid dikaitkan dengan kriteria
keberhasilan yang diharapkan. Dapat dijadikan sebagai rutinitas di akhir
pelajaran sehingga semua murid memiliki kesempatan untuk berpartisipasi,
berbagi wawasan, dan mengklarifikasi apa yang dipelajari.
4.
Nama
dalam toples. Guru bisa meminta murid menulis nama mereka di selembar
potongan kertas & kemudian memasukkannya dalam toples. Guru kemudian bisa
mengajukan sebuah pertanyaan tentang konsep kunci yang sedang dipelajari,
kemudian secara random mengambil sebuah potongan kertas di toples, dan meminta
beberapa anak yang namanya tertulis di potongan kertas tersebut menjawab
pertanyaan secara bergantian.
5.
3-2-1. Di
akhir pembelajaran, strategi ini memberikan murid cara untuk merangkum atau
bahkan mempertanyakan apa yang baru saja mereka pelajari. Tiga petunjuk dapat
disediakan bagi murid untuk menanggapi yaitu: 3 hal yang tidak murid ketahui
sebelumnya, 2 hal yang mengejutkan murid tentang topik tersebut, 1 hal yang
ingin murid mulai lakukan dengan apa yang telah dipelajari.
6.
Refleksi.
Apapun bentuk refleksi yang dilakukan, refleksi dapat menjadi alat penilaian
formatif yang sangat berguna bagi guru untuk mengetahui sejauh mana pemahaman
murid dan apa yang masih menjadi kebingungan mereka.
7.
Pojok
pemahaman. Minta murid pergi ke pojok-pojok kelas sesuai dengan pemahaman
mereka. Jika mereka tidak memahami topik yang sedang dibahas, mereka dapat
pergi ke salah satu sudut dengan murid yang memiliki tingkat pemahaman yang
sama. Sementara jika sudah memahami, mereka dapat pergi ke sudut yang lain. Ini
dapat menjadi informasi buat guru, misalnya
jika guru ingin memasangkan murid yang “sudah mengerti” dengan murid
yang kesulitan dan meminta murid berkolaborasi untuk memahami materi yang menantang.
8.
Strategi
5 jari. Minta murid mendeskripsikan pemahaman mereka terkait topik yang
diajarkan dengan menggunakan 5 jari. 5 jika mereka sudah paham sekali, 1 jika
mereka tidak paham sama sekali. Cara ini cukup cepat dan mudah untuk mengetahui
gambaran umum pemahaman murid sehingga guru dapat menyesuaikan pembelajaran
selanjutnya berdasarkan informasi ini.
Masih banyak lagi strategi penilaian formatif
yang dapat digunakan oleh guru, tanpa harus selalu membuat penilaian tertulis.
Penilaian secara tertulis tentu saja juga masih akan diperlukan, namun guru
dapat memvariasikannya dengan strategi-strategi penilaian yang lain juga.
Mendengarkan dengan saksama saat murid berdiskusi atau bertanya, memperhatikan
hasil pekerjaan tertulis mereka, juga dapat menjadi cara yang sangat berguna
untuk mengetahui kebutuhan belajar murid. Pada intinya, kemampuan menilai dan
menganalisis hasil penilaian ini akan menjadi keterampilan yang sangat penting
bagi guru, jika mereka ingin dapat mengimplementasikan pembelajaran
berdiferensiasi dengan sukses.
*Beberapa contoh strategi
disini diambil dari artikel yang
berjudul “27 easy formative assessment
strategies for gathering evidence of student learning” yang dapat diakses
melalui tautan berikut ini https://www.nwea.org/blog/2019/27-easy-formativeassessment-strategies-for-gathering-evidence-of-student-learning/
1 komentar untuk " Peran Penilaian dalam Pembelajaran Berdiferensiasi"
A map showing 안성 출장샵 casinos and other gaming facilities 포항 출장샵 located near Casino 충청북도 출장안마 DETAILS located in South 김천 출장안마 Carolina, South Carolina, 경기도 출장샵 South Carolina, South Dakota,