3.1.a.9 KONEKSI ANTAR MATERI

 3.1.a.9 KONEKSI ANTAR MATERI

By Ngalimun

CGP angkatan 4 Kabuapten Ciamis

 


1.     Bagaimana pandangan Ki Hajar Dewantara dengan filosofi Pratap Triloka memiliki pengaruh terhadap bagaimana sebuah pengambilan keputusan sebagai seorang pemimpin pembelajaran diambil?

Salah satu hasil pemikiran Ki Hadjar Dewantara yang terkenal adalah filosofi Pratap Triloka yang berisi 3 hal pokok yaitu :

1.      Ing ngarso sung tulodo, yang artinya di depan menjadi teladan. Dalam pengambilan keputusan maka seyogyanya seorang guru harus menerapkan prinsip dan paradigma pengambilan keputusan yang tepat sehingga keputusan yang diambil adalah dapat dijadikan contoh atau teladan bagi murid-murid baik di kelas maupun kehidupan pribadinya. Dengan pengambilan keputusan yang tepat terutama dalam proses pembelajaran di kelas, maka akan mampu memberikan keteladanan kepada murid dalam hal bagaimana mengambil keputusan yang tepat yang tentu saja akan berdampak pada well being murid kita.

2.      Ing madya mangun karsa, artinya di tengah membangun semangat. Hal ini seyogyanya keputusan seorang pemimpin pembelajaran harus bisa memberikan semangat bagi murid untuk belajar dan mengembangkan potensi diri.

3.      Tut wuri handayani. yang artinya di belakang memberi dukungan dalam penerapannya sebagai pemimpin, keputusan yang di ambil harus memberikan dukungan, dorongan bagi murid sehingga bisa menjadi lebih baik.

Berdasarkan hal tersebut guru sebagai pemimpin pembelajaran seyogyanya menerapkan pengambilan keputusan yang berpihak pada murid, dengan menerapkan 4 paradigma, 3 prinsip, dan 9 langkah pengambilan keputusan dengan berpegang teguh pada prinsip atau filosofi pratap triloka. Dimana ketiga nilai yaitu sebagai teladan, sebagai motivator, pemberi dukungan yang sejatinya harus dimiliki oleh seorang pemimpin pembelajaran maka akan memberikan dasar yang baik dalam pengambilan keputusan , nilai-nilai tersebut yang ada dalam pemimpin pembelajaran akan mampu menghasilkan pengambilan keputusan yang tepat, bertanggungjawab dan berpihak pada kepentingan murid.

 

2.     Bagaimana nilai-nilai yang tertanam dalam diri kita, berpengaruh kepada prinsip-prinsip yang kita ambil dalam pengambilan suatu keputusan?

Nilai-nilai diri sebagai seorang guru tentunya adalah nilai kebaikan, kejujuran, tanggung jawab, disiplin, toleransi, gotong-royong dan masih banyak lagi lainnya. Adapun nilai-nilai yang tertanam dalam diri adalah nilai-nilai yang paling kita hargai dalam hidup dan sangat berpengaruh pada pembentukkan karakter , perilaku dan membimbing keputusan kita. Sebagai Guru Penggerak, tentunya ada beberapa nilai yang harus dipegang seperti nilai mandiri, reflektif, kolaboratif, inovatif dan berpihak pada murid. Ketika kita menghadapi situasi dilema etika (Benar Vs Benar) , akan ada nilai-nilai kebajikan mendasari yang bertentangan seperti cinta dan kasih sayang, kebenaran, keadilan, kebebasan, persatuan, toleransi, tanggung jawab dan penghargaan  akan hidup. Begitu juga jika kita berhadapan dengan situasi bujukan moral (Benar Vs Salah). Untuk dapat mengambil keputusan diperlukan nilai-nilai atau prinsip dan pendekatan sehingga keputusan tersebut merupakan keputusan yang paling tepat dengan resiko yang paling minim bagi semua pihak, terutama bagi kepentingan /keberpihakan pada anak didik kita.

Dalam proses pengambilan keputusan yang bertanggung jawab, diperlukan kompetensi sosial emosional seperti  kesadaran diri (self awareness), pengelolaan diri (self management), kesadaran sosial (social awareness) dan ketrampilan berhubungan sosial (relationship skills). Diharapkan proses pengambilan keputusan dalat dilakukan secara sadar penuh (mindfull), terutama sadar dengan berbagai pilihan dan konsekuensi yang ada.

 

3.     Bagaimana kegiatan terbimbing yang kita lakukan pada materi pengambilan keputusan berkaitan dengan kegiatan 'coaching' (bimbingan) yang diberikan pendamping atau fasilitator dalam perjalanan proses pembelajaran kita, terutama dalam pengujian pengambilan keputusan yang telah kita ambil. Apakah pengambilan keputusan tersebut telah efektif, masihkah ada pertanyaan-pertanyaan dalam diri kita atas pengambilan keputusan tersebut. Hal-hal ini tentunya bisa dibantu oleh sesi 'coaching' yang telah dibahas pada modul 2 sebelumnya.

Pada konteks pembelajaran yang berpihak pada murid, coaching menjadi salah satu proses ‘menuntun’ kemerdekaan belajar murid dalam pembelajaran di sekolah. Coaching menjadi proses yang sangat penting dilakukan di sekolah terutama dengan diluncurkannya program merdeka belajar oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia. Program ini dapat membuat murid menjadi lebih merdeka dalam belajar untuk mengeksplorasi diri guna mencapai tujuan pembelajaran dan memaksimalkan potensinya. Harapannya, proses coaching dapat menjadi salah satu langkah tepat bagi guru untuk membantu murid untuk memaksimalkan potensinya, termasuk dalam hal pengambilan keputusan. Coaching merupakan proses untuk mengaktivasi kerja otak murid. Pertanyaan-pertanyaan reflektif yang diberikan Coach dapat membuat murid melakukan metakognisi untuk mengambil keputusan dengan memilih sendiri alternatif/solusi dari permasalahan yang dihadapinya tanpa paksaan dan campur tangan orang lain.

TIRTA merupakan model coaching yang dikembangkan dengan semangat merdeka belajar. Model TIRTA menuntut guru untuk memiliki keterampilan coaching. Hal ini penting mengingat tujuan coaching, yaitu untuk melejitkan potensi murid agar menjadi lebih merdeka. TIRTA adalah satu model coaching yang diperkenalkan dalam Program Pendidikan Guru Penggerak saat ini. TIRTA dikembangkan dari Model GROW . GROW adalah akronim dari Goal, Reality, Options dan Will.

Goal (Tujuan): coach perlu mengetahui apa tujuan yang hendak dicapai coachee dari sesi coaching ini,

Reality (Hal-hal yang nyata): proses menggali semua hal yang terjadi pada diri coachee,

Options (Pilihan): coach membantu coachee dalam memilah dan memilih hasil pemikiran selama sesi yang nantinya akan dijadikan sebuah rancangan aksi.

Will (Keinginan untuk maju): komitmen coachee dalam membuat sebuah rencana aksi dan menjalankannya.TIRTA akronim dari :

T   : Tujuan

I    : Identifikasi

R   : Rencana aksi

TA: Tanggung jawab

 

4.     Bagaimana kemampuan guru dalam mengelola dan menyadari aspek sosial emosionalnya akan berpengaruh terhadap pengambilan keputusan?

Sebagai seorang pendidik, kemampuan kita dalam melakukan pemetaan kebutuhan belajar murid sangat berperan dalam memenuhi kebutuhan belajar murid. Perbedaan kesiapan belajar, minat murid, dan gaya belajar murid di kelas harus menjadi aspek utama dalam perencanaan pembelajaran sehingga dalam proses pembelajaran murid mendapatkan pembelajaran yang menyenangkan dan sesuai profil belajar mereka masing-masing. Untuk itu diperlukan pengambilan keputusan yang tepat agar seluruh kepentingan murid dapat diakomodasi dengan baik. Kompetensi sosial dan emosional diperlukan agar guru dapat fokus dalam memberikan pembelajaran dan dapat mengambil keputusan dengan tepat dan sehingga dapat mewujudkan kemerdekaan belajar bagi murid.

 

5.     Bagaimana pembahasan studi kasus yang fokus pada masalah moral atau etika kembali kepada nilai-nilai yang dianut seorang pendidik.

Nilai – nilai yang dianut pendidik sudah pasti sangat erat hubungannya dalam setiap pengambilan keputusan yang akan diambil. Nilai-nilai yang dimiliki oleh seorang pendidik seperti mandiri, reflektif, kolaboratif, inovatif dan berpihak pada siswa akan mendorong dan memotivasi pendidik dalam membuat dan mengambil sebuah keputusan yang sesuai, tepat dan efektif serta berpihak pada siswa. Nilai-nilai inilah yang diyakini dan menjadi acuan standar berfikir atau prinsip yang digunakan dalam mengambil dan membuat sebuah  keputusan. Permasalahan yang dihadapi oleh seorang pendidik dari waktu ke waktu yang mengharuskannya mengambil sebuah keputusan, dimana keputusan yang diambil tidak terlepas dari nilai-nilai yang diyakini. Bagaimana bentuk keputusan yang diambil apakah berdampak pada kepentingan siswa atau malah mencederainya merupakan buah cerminan dari nilai yang diyakini tersebut. Permasalahan dilema etika ataupun bujukan moral yang dihadapi diselesaikan dengan berdasarkan pada prinsip dan nilai yang diyakini. Jika nilai yang diyakini adalah positif maka tentu keputusan yang diambil mempertimbangkan segala konsekuensi yang ada dengan memilih keputusan yang sesuai dengan nilai moral dan dapat dipertanggungjawabkan. Sebaliknya, jika nilai yang diyakini negatif sedikit banyak berpengaruh pada keputusan yang diambil kadang melenceng dari aturan yang sebenarnya, yang hanya benar menurut pandangannya tetapi mencederai pihak lainnya.

 

6.     Bagaimana pengambilan keputusan yang tepat, tentunya berdampak pada terciptanya lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman.

Pengambilan keputusan yang tepat haruslah didasarkan pada 3 aspek penting, yaitu nilai-nilai kebajikan universal, kepentingan murid dan tanggung jawab. Dalam prosesnya, tidak semua keputusan yang diambil akan memuaskan pihak-pihak yang membawa berbagai kepentingan masing-masing. Merangkul perbedaan kepentingan itu tidaklah mudah. Maka dari itu dalam mengambil keputusan yang menyangkut dengan permasalahan dilema etika hendaknya berpegang teguh pada nilai-nilai kebajikan universal yang disepakati, 4 paradigma dilema etika, 3 prinsip pengambilan keputusan, serta 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan. Perlu diingat, bahwa keputusan yang disepakati tidak serta merta akan memenuhi kepentingan banyak pihak, namun setidaknya melalui pedoman-pedoman tersebut dapat merumuskan keputusan yang didasarkan pada skala prioritas, kebermanfaatan yang dapat dinikmati oleh berbagai pihak, serta meminimalisir konsekuensi negatif yang ditimbulkan. Dengan demikian lingkungan tetap terjaga agar kondusif, aman dan nyaman.

 

7.     Selanjutnya, apakah kesulitan-kesulitan di lingkungan Anda yang sulit dilaksanakan untuk menjalankan pengambilan keputusan terhadap kasus-kasus dilema etika ini? Apakah ini kembali ke masalah perubahan paradigma di lingkungan Anda?

Kesulitan-kesulitan yang mungkin muncul adalah:

Kesulitan dari masing-masing individu dalam mengambil keputusan ketika dihadapkan dengan permasalahan dilema etika.

Rasa takut mengambil keputusan sebagai akibat dari kegagalan menyelesaikan permasalahan dimasa yang telah berlalu.

Kurang jeli dalam mengidentifikasi fakta-fakta berkenaan dengan permasalahan dilema etika yang dihadapi.

Kurang menajamkan pemikiran terkait dengan berbagai opsi / alternatif solusi lainnya.

Timbulnya ketidaksepahaman antara pihak-pihak yang terlibat dan ikut pula membawa kepentingan masing-masing dalam permasalahan, sehingga sulit mengerucutkan perbedaan pada kata sepakat.

Dengan demikian diperlukan adanya perubahan paradigma dalam memandang dan menelaah permasalahan sesuai dengan pedoman yang berlaku.

 

8.     Dan pada akhirnya, apakah pengaruh pengambilan keputusan yang kita ambil ini dengan pengajaran yang memerdekakan murid-murid kita?

Dalam konteks merdeka belajar, pengambilan keputusan haruslah didasarkan pada 3 aspek, salah satunya yaitu berorientasi pada kepentingan murid. Kepentingan murid itu sangat beragam. Karena beragam sangat rentan bersinggungan dengan permasalahan. Jika seorang guru mampu menunjukkan kredibilitasnya sebagai pemimpin pembelajaran dengan menerapkan 4 paradigma dilema etika, 3 prinsip pengambilan keputusan serta 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan dikolaborasikan dengan coaching, maka peluang untuk membiasakan murid dengan paradigma merdeka belajar akan terwujud secara maksimal. Merdeka belajar sesungguhnya memberikan kesempatan bagi murid-murid untuk mengeksplore potensinya seluas-luasnya, melalui keberanian dalam mengemukakan pendapat secara santun, kemampuan berkolaborasi bersama teman-temannya sesuai dengan kesepakatan yang dibuat, serta keterampilan dalam mengidentifikasi dan menemukan solusi dari permasalahan yang dihadapi. Dengan pembelajaran yang sederhana namun penuh makna ini, murid-murid dapat menikmati apa itu merdeka belajar.

 

9.     Bagaimana seorang pemimpin pembelajaran dalam mengambil keputusan dapat mempengaruhi kehidupan atau masa depan murid-muridnya?

Keputusan yang kita ambil sebagai pemimpin pembelajaran tentunya harus memerdekakan murid-murid kita. Keputusan seorang guru dalam proses pembelajaran hendaknya dilakukan dengan cara memberikan tuntunan yang bisa mengarahkan murid pada pengembangan potensi murid, kebebasan berpendapat dan kebebasan mengekspresikan diri sendiri dalam proses pembelajaran sehingga mereka mendapatkan kemerdekaan belajarnya.

Kita sudah mengetahui bahwa salah satu tugas terberat sebagai pemimpin pembelajaran adalah mengambil keputusan yang tepat, karena kita sadar bahwa keputusan yang kita ambil akan berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung kepada sekolah atau institusi dimana kita berada terutama kepada murid kita. Kita juga harus memahami bahwa keputusan yang kita ambil memiliki konsekuensi apalagi keputusan kita yang kita ambil sebagai pemimpin pembelajaran. Ketika kita mengambil keputusan yang berpihak pada murid maka murid kita akan belajar menjadi orang yang merdeka dan juga bisa mengambil keputusan yang tepat kelak dan tumbuh menjadi pribadi yang matang dan cermat dalam mengambil keputusan.

Saya teringat kasus dilemma etika yang disajikan pada eksplorasi konsep modul 3.1, dimana seorang murid mencontek di ujian hanya untuk bisa lulus pada mata pelajaran yang tidak dia mengerti, sebuah dilema seorang guru apakah memberitahukan hal ini dengan resiko anak tidak lulus ujian ataupun merahasiakannya demi masa depan anak tersebut. Nah disini saya bisa merefleksikan pengambilan keputusan guru pada situas ini dapat mempengaruhi masa depan murid. Selain prinsip kejujuran yang kita yakini dan aturan yang kita ikuti, ada perspektif lain yang kita harus sadari yaitu unsur keberpihakan pada murid kita atau kemaslahatan murid.

Dimana dalam situasi dilema etika dimana kita harus membuat keputusan, maka 4 paradigma pengambilan keputusan menjadi hal utama yang dipegang, dimana sebagai mahluk sosial yang hidup dengan nilai dan peraturan yang berlaku, maka terkadang adalah hal yang benar untuk mengikuti aturan namun juga terkadang membuat pengecualian juga merupakan tindakan benar. Pilihan untuk memegang aturan dapat dibuat berdasarkan rasa keadilan, namun pilihan untuk membengkokkan aturan dapat dibuat berdasarkan rasa kasihan atau kebaikan kepada murid. Prinsip berpikir inilah yang menjadi penting bagi pemimpin pembelajaran dalam membuat keputusan demi masa depan murid. Dengan menganalisis kasus yang kita alami atau situasi yang kita alami sebagai pemimpin pembelajaran di sekolah terutama yang berdampak kepada murid, maka kita harus memegang 4 paradigma dilema etika sehingga kita bisa mengambil keputusan yang tepat demi masa depan murid.

 

10.Apakah kesimpulan akhir yang dapat Anda tarik dari pembelajaran modul materi ini dan keterkaitannya dengan modul-modul sebelumnya?

Sebagai seorang pemimpin pembelajaran guru harus mampu menerapkan Prinsip Pratap Triloka dari Ki Hadjar Dewantara, yaitu Ing ngarso sung tulodo, ing madya mangun karsa dan tut wuri handayani. Sebagai penuntun, guru juga harus memiliki dasar pengambilan keputusan yaitu berupa nilai yang berpihak pada murid dengan berpedoman pada nilai-nilai moral, religiusitas dan nilai kebajikan universal serta bertanggungjawab. Nilai seorang guru yaitu mandiri, reflektif, kolaboratif, kreatif dan berpihak pada murid juga menjadi pedoman pengambilan keputusan.

Dalam membuat keputusan dibutuhkan juga kejelasan visi, misi sekolah, budaya dan nilai-nilai sebagai acuan pengambilan keputusan di sekolah sebagai pemimpin pembelajaran. Guru juga harus mengedepankan kemerdekaan belajar murid dengan mengarahkan murid pada proses penggalian dan pengembangan potensi murid melalui proses coaching sehingga murid dapat mengambil keputusan yang tepat dan hal ini akan memudahkan murid dalam menentukan masa depannya kelak.

Kompetensi sosial emosional yang matang dari seorang guru akan mendukungnya dalam pengambilan keputusan yang tepat. Kompetensi ini meliputi kesadaran diri (self awareness), pengelolaan diri (self management), kesadaran sosial (social awareness), dan keterampilan berhubungan sosial (relationship skill). Sebagai pemimpin pembelajaran maka ketika kita berada dalam situasi dilema etika maupun bujukan moral, kita menggunakan prinsip kesadaran penuh atau mindfullness sehingga kita akan sadar dengan berbagai opsi dan konsekuensi yang ada, keputusan yang dihasilkan pun dapat dipertanggungjawabkan dan juga bermanfaat. Selain itu, pembelajaran di kelas dengan mengambil keputusan strategi diferensiasi yang sesuai kebutuhan belajar murid akan mampu mengarahkan murid pada proses pengembangan potensi mereka dan juga melalui proses coaching sehingga mereka dapat mencapai kemerdekaan belajarnya.

Dalam pengambilan keputusann guru harus menerapkan prinsip atau dasar pengambilan keputusan yang tepat yaitu menggunakan empat paradigma pengambilan keputusan, tiga prinsip resolusi berpikir dan sembilan langkah pengambilan dan pengujian keputusan. Untuk itu, proses berlatih dalam menerapkan kemampuan pengambilan keputusan ini menggunakan empat paradigma, tiga prinsip dan sembilan langkah pengambilan dan pengujian keputusan harus laksanakan sebagai aksi nyata yang langsung diterapkan dalam pembelajaran di kelas maupun di sekolah.

Tidak ada komentar untuk " 3.1.a.9 KONEKSI ANTAR MATERI"