Beginilah Hukumah Koruptor Pajak di Zaman Kerjaan Majapahit
Kerajaan Majapahit adalah salah satu kerajaan besar di Nusantara pada abad ke-14 hingga abad ke-15. Sistem pemerintahan di Kerajaan Majapahit dikenal dengan sebutan "mandala" atau "nagari". Sistem ini didasarkan pada wilayah-wilayah kekuasaan (mandala) yang diperintah oleh seorang penguasa yang disebut "raja" atau "bhre". Di bawah penguasa terdapat para bangsawan dan pejabat yang membantu mengatur dan mengelola wilayah-wilayah tersebut.
Sistem pemerintahan di Kerajaan Majapahit juga
mengenal sistem pajak beras atau disebut dengan "bali". Setiap
wilayah mandala harus membayar pajak beras kepada pemerintah pusat. Pemerintah
pusat kemudian akan mempergunakan pajak tersebut untuk membiayai biaya
pemerintahan, seperti membangun infrastruktur dan memperkuat pertahanan
wilayah.
Selain itu, Kerajaan Majapahit juga mengenal adanya
"dewan penasihat" yang terdiri dari para bangsawan dan pejabat
tinggi. Dewan ini berfungsi untuk memberikan saran dan masukan kepada raja
dalam mengambil keputusan penting terkait dengan pemerintahan dan kebijakan
negara.
Sistem perpajakan di Kerajaan Majapahit didasarkan
pada sistem pajak beras atau sering disebut "bali". Sistem pajak
beras tersebut diterapkan pada seluruh wilayah kekuasaan Kerajaan Majapahit,
yang meliputi pulau Jawa dan wilayah-wilayah sekitarnya.
Pajak beras dikenakan pada setiap kepala keluarga
atau setiap orang dewasa yang mempunyai tanggung jawab untuk memenuhi kewajiban
pajaknya. Pajak beras harus diberikan kepada penguasa setempat, dan kemudian
penguasa setempat akan mengirimkan pajak tersebut ke pusat pemerintahan di ibu
kota Kerajaan Majapahit.
Jumlah pajak beras yang harus dibayarkan oleh
masing-masing wilayah mandala ditentukan oleh pemerintah pusat, berdasarkan
luas wilayah, produksi pertanian, dan jumlah penduduk. Sistem ini dirancang
untuk memastikan bahwa pemerintah pusat dapat memperoleh sumber daya yang cukup
untuk membiayai pengelolaan negara, termasuk membangun infrastruktur,
memperkuat pertahanan, dan memberikan pelayanan publik lainnya.
Selain pajak beras, Kerajaan Majapahit juga
menerapkan pajak lainnya, seperti pajak pada produk-produk pertanian,
perikanan, dan perdagangan. Namun, pajak beras tetap menjadi pajak utama yang
memberikan kontribusi terbesar terhadap pendapatan negara pada masa itu.
Bagaimana
hukuman bagi orang yang mengkorupsi pajak di zaman majapahit?
Sayangnya, dalam sumber-sumber sejarah yang ada,
tidak terdapat informasi yang menyebutkan secara spesifik mengenai hukuman bagi
orang yang melakukan korupsi pajak di masa Kerajaan Majapahit. Namun, dapat diketahui
bahwa pemerintah Kerajaan Majapahit sangat serius dalam menegakkan hukum dan
memberikan sanksi bagi mereka yang melanggar hukum, termasuk dalam hal korupsi
pajak.
Salah satu contoh hukuman yang dikenakan pada masa
itu adalah hukuman potong tangan atau kaki bagi para pelaku kejahatan. Hukuman
ini juga dapat diberikan kepada para pejabat atau bangsawan yang terbukti
melakukan penyalahgunaan kekuasaan atau korupsi.
Selain itu, pemerintah Kerajaan Majapahit juga
dikenal sangat tegas dalam memberantas tindak kejahatan, termasuk korupsi. Pada
masa itu, terdapat sistem mata-mata atau pengawasan rahasia yang bertugas
memantau aktivitas orang-orang yang mencurigakan atau dicurigai melakukan
kejahatan. Sistem ini bertujuan untuk mencegah terjadinya korupsi atau tindak
kejahatan lainnya di wilayah kekuasaan Kerajaan Majapahit.
Namun demikian, karena kurangnya sumber-sumber
sejarah yang spesifik mengenai hukuman bagi koruptor pajak di masa Kerajaan
Majapahit, informasi ini masih menjadi objek penelitian dan perdebatan di
kalangan para sejarawan.
Tidak ada komentar untuk "Beginilah Hukumah Koruptor Pajak di Zaman Kerjaan Majapahit"